Sikembar34 -Alhamdulillah wa shalaatu wa salaamu ‘ala
Rosulillah wa ‘ala alihi wa shohbihi ajma’in.
Suatu saat kami menemukan dari salah satu blog
perkataan semacam ini:
“Bila kandungan isi hadits itu berhubungan dengan masalah ‘aqidah, misalnya tentang siksa kubur, maka kita tidak boleh menyakini adanya siksa kubur tersebut dengan keyakinan 100%. Sebab, derajat kebenaran yang dikandung oleh hadits ahad tidak sampai 100%.”
“Bila kandungan isi hadits itu berhubungan dengan masalah ‘aqidah, misalnya tentang siksa kubur, maka kita tidak boleh menyakini adanya siksa kubur tersebut dengan keyakinan 100%. Sebab, derajat kebenaran yang dikandung oleh hadits ahad tidak sampai 100%.”
Inilah di antara aqidah menyimpang yang
dimiliki sebuah kelompok yang terkenal selalu menggembar gemborkan khilafah.
Mereka tidak meyakini adanya siksa kubur. Mereka beralasan bahwa riwayat
mengenai siksa kubur hanya berasal dari hadits Ahad, sedangkan hadits Ahad hanya
bersifat zhon (sangkaan semata). Padahal aqidah harus dibangun di atas dalil
qoth’i dan harus berasal
dari riwayat mutawatir. Itulah keyakinan mereka.
Sekarang yang kami pertanyakan, “Apakah betul
riwayat mengenai siksa kubur tidak mutawatir dan hanya berasal dari hadits
Ahad?” Juga yang kami tanyakan, “Apakah pembicaraan mengenai siksa kubur juga
tidak ada dalam Al Qur’an?”
Pada tulisan singkat kali ini, kami akan
membuktikan bahwa pembicaraan mengenai siksa kubur sebenarnya disebutkan pula
dalam Al Qur’an. Sehingga dengan sangat pasti kita dapat katakan bahwa
pembicaraan mengenai siksa kubur adalah mutawatir karena riwayat Al Qur’an
adalah mutawatir dan bukan Ahad.
Ayat Pertama: Siksaan bagi
Fir’aun dan Pengikutnya di Alam Kubur
Allah Ta’ala berfirman,
وَحَاقَ بِآَلِ فِرْعَوْنَ سُوءُ الْعَذَابِ (45)
النَّارُ يُعْرَضُونَ عَلَيْهَا غُدُوًّا وَعَشِيًّا وَيَوْمَ تَقُومُ
السَّاعَةُ أَدْخِلُوا آَلَ فِرْعَوْنَ أَشَدَّ الْعَذَابِ (46)
“Dan Fir'aun beserta
kaumnya dikepung oleh azab yang amat buruk. Kepada mereka dinampakkan neraka
pada pagi dan petang , dan pada hari terjadinya Kiamat. (Dikatakan kepada
malaikat): "Masukkanlah Fir'aun dan kaumnya ke dalam azab yang sangat
keras".” (QS. Al Mu’min: 45-46)
Mari kita perhatikan penjelasan para pakar
tafsir mengenai potongan ayat ini:
النَّارُ يُعْرَضُونَ عَلَيْهَا غُدُوًّا
وَعَشِيًّا
"Kepada mereka dinampakkan neraka pada pagi
dan petang.”
Al Qurtubhi –rahimahullah-
mengatakan,
“Sebagian ulama berdalil dengan ayat ini
tentang adanya adzab kubur. ... Pendapat inilah yang dipilih oleh Mujahid,
‘Ikrimah, Maqotil, Muhammad bin Ka’ab. Mereka semua mengatakan bahwa ayat ini
menunjukkan adanya siksa kubur di dunia.” (Al Jaami’
Li Ahkamil Qur’an, 15/319)
Asy Syaukani –rahimahullah- mengatakan,
“Yang dimaksud dengan potongan dalam ayat tersebut adalah siksaan di alam barzakh (alam kubur). ” (Fathul Qodir, 4/705)
“Yang dimaksud dengan potongan dalam ayat tersebut adalah siksaan di alam barzakh (alam kubur). ” (Fathul Qodir, 4/705)
Fakhruddin Ar Rozi Asy Syafi’i –rahimahullah-
mengatakan,
“Para ulama Syafi’iyyah berdalil dengan ayat
ini tentang adanya adzab kubur. Mereka mengatakan bahwa ayat ini menunjukkan
bahwa siksa neraka yang dihadapkan kepada mereka pagi dan siang (artinya
sepanjang waktu) bukanlah pada hari kiamat nanti. Karena pada lanjutan ayat
dikatakan, “dan pada hari terjadinya Kiamat.
(Dikatakan kepada malaikat): "Masukkanlah Fir'aun dan kaumnya ke dalam azab yang
sangat keras” [Berarti siksa neraka yang dinampakkan
pada mereka adalah di alam kubur]. Tidak bisa juga kita katakan bahwa yang
dimaksudkan adalah siksa di dunia. Karena dalam ayat tersebut dikatakan bahwa
neraka dinampakkan pada mereka pagi dan siang, sedangkan siksa ini tidak mungkin
terjadi pada mereka ketika di dunia. Jadi yang tepat adalah dinampakkannya
neraka pagi dan siang di sini adalah setelah kematian (bukan di dunia) dan
sebelum datangnya hari kiamat. Oleh karena itu, ayat ini menunjukkan adanya
siksa kubur bagi Fir’aun dan pengikutnya. Begitu pula siksa kubur ini akan
diperoleh bagi yang lainnya sebagaimana mereka.” (Mafaatihul Ghoib, 27/64)
Ibnu Katsir –rahimahullah- mengatakan,
“Ayat ini adalah pokok aqidah terbesar yang menjadi dalil bagi Ahlus Sunnah wal Jama’ah mengenai adanya adzab (siksa) kubur yaitu firman Allah Ta’ala,
“Ayat ini adalah pokok aqidah terbesar yang menjadi dalil bagi Ahlus Sunnah wal Jama’ah mengenai adanya adzab (siksa) kubur yaitu firman Allah Ta’ala,
النَّارُ يُعْرَضُونَ عَلَيْهَا غُدُوًّا
وَعَشِيًّا
“Kepada mereka
dinampakkan neraka pada pagi dan petang.”
(Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim,
7/146)
Ibnul Qoyyim –rahimahullah- menafsirkan ayat
di atas,
“Kepada mereka dinampakkan neraka pada pagi dan petang”, ini adalah siksaan di alam barzakh (di alam kubur). Sedangkan ayat (yang artinya), “dan pada hari terjadinya Kiamat” adalah ketika kiamat kubro (kiamat besar). (At Tafsir Al Qoyyim, hal. 358)
“Kepada mereka dinampakkan neraka pada pagi dan petang”, ini adalah siksaan di alam barzakh (di alam kubur). Sedangkan ayat (yang artinya), “dan pada hari terjadinya Kiamat” adalah ketika kiamat kubro (kiamat besar). (At Tafsir Al Qoyyim, hal. 358)
Ayat Lain yang Membicarakan
Siksa Kubur
Allah Ta’ala berfirman,
وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ
مَعِيشَةً ضَنكاً وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى
“Dan barangsiapa
berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit,
dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta". (QS. Thahaa: 124)
Ibnul Qoyyim –rahimahullah- mengatakan,
“Bukan hanya satu orang salaf namun lebih dari itu,
mereka berdalil dengan ayat ini tentang adanya siksa kubur.” (At Tafsir Al Qoyyim, hal. 358)
Begitu pula Ibnul Qoyyim –rahimahullah-
menyebutkan ayat-ayat lain yang menunjukkan adanya siksa kubur.
Kita dapat melihat pula dalam surat Al An’am,
Allah Ta’ala berfirman,
وَلَوْ تَرَى إِذِ الظَّالِمُونَ فِي غَمَرَاتِ الْمَوْتِ
وَالْمَلآئِكَةُ بَاسِطُواْ
أَيْدِيهِمْ أَخْرِجُواْ أَنفُسَكُمُ الْيَوْمَ تُجْزَوْنَ عَذَابَ الْهُونِ بِمَا كُنتُمْ
تَقُولُونَ عَلَى اللّهِ غَيْرَ الْحَقِّ وَكُنتُمْ عَنْ آيَاتِهِ تَسْتَكْبِرُونَ
“Alangkah dahsyatnya
sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang zalim berada dalam tekanan
sakratul maut, sedang para malaikat memukul dengan tangannya, (sambil berkata):
"Keluarkanlah nyawamu" Di hari ini kamu dibalas dengan siksa yang sangat menghinakan, karena
kamu selalu mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar dan (karena)
kamu selalu menyombongkan diri terhadap ayat-ayatNya.”
(QS. Al An’am: 93)
Adapun perkataan malaikat (yang artinya),
“Di hari ini kamu dibalas dengan siksa yang sangat
menghinakan”. Siksa yang sangat menghinakan di sini
adalah siksa di alam barzakh (alam kubur) karena alam kubur adalah alam pertama
setelah kematian. (At Tafsir Al Qoyyim, hal. 358)
Begitu juga yang serupa dengan surat Al An’am tadi adalah firman Allah Ta’ala,
Begitu juga yang serupa dengan surat Al An’am tadi adalah firman Allah Ta’ala,
وَلَوْ تَرَى إِذْ يَتَوَفَّى الَّذِينَ كَفَرُوا الْمَلَائِكَةُ
يَضْرِبُونَ وُجُوهَهُمْ
وَأَدْبَارَهُمْ وَذُوقُوا عَذَابَ الْحَرِيقِ
“Kalau kamu melihat
ketika para malaikat mencabut jiwa orang-orang yang kafir seraya memukul muka
dan belakang mereka (dan berkata) : "Rasakanlah olehmu siksa neraka yang
membakar", (tentulah kamu akan merasa ngeri).” (QS. Al
Anfal: 50)
Siksa yang dirasakan yang disebutkan dalam
ayat ini adalah di alam barzakh karena alam barzakh adalah alam pertama setelah
kematian. (At Tafsir Al Qoyyim, hal. 358)
Begitu pula Ibnu Abil ‘Izz –rahimahullah-
ketika menjelaskan perkataan Ath Thohawi mengenai aqidah Ahlus Sunnah wal
Jama’ah yang meyakini adanya siksa kubur, selain membawakan surat Al Mu’min
sebagai dalil adanya siksa kubur, beliau –rahimahullah- juga membawakan firman
Allah Ta’ala,
فَذَرْهُمْ
حَتَّى يُلَاقُوا يَوْمَهُمُ الَّذِي فِيهِ يُصْعَقُونَ
(45) يَوْمَ لَا يُغْنِي عَنْهُمْ كَيْدُهُمْ شَيْئًا
وَلَا هُمْ يُنْصَرُونَ (46) وَإِنَّ لِلَّذِينَ ظَلَمُوا عَذَابًا دُونَ ذَلِكَ وَلَكِنَّ أَكْثَرَهُمْ
لَا يَعْلَمُونَ (47)
“Maka biarkanlah
mereka hingga mereka menemui hari (yang dijanjikan kepada) mereka yang pada hari
itu mereka dibinasakan, (yaitu) hari ketika tidak berguna bagi mereka sedikitpun
tipu daya mereka dan mereka tidak ditolong. Dan
sesungguhnya untuk orang-orang yang zalim ada azab selain daripada
itu. Tetapi kebanyakan mereka tidak
mengetahui.” (QS. Ath Thur: 45-47)
Setelah membawakan ayat ini, Ibnu Abil ‘Izz
mengatakan, “Ayat ini bisa bermakna siksa bagi mereka dengan dibunuh atau
siksaan lainnya di dunia. Ayat ini juga bisa bermakna siksa bagi mereka di alam
barzakh (alam kubur). Inilah pendapat yang lebih tepat. Karena kebanyakan dari
mereka mati, namun tidak disiksa di dunia. Atau ayat ini bisa bermakna siksa
secara umum.” (Syarh Al ‘Aqidah Ath Thohawiyah,
2/604-605)
Begitu juga dapat kita lihat dalam kitab
Shahih (yaitu Shahih Muslim), terdapat hadits dari Al Baroo’ bin ‘Aazib
–radhiyallahu ‘anhu-. Beliau membicarakan mengenai firman Allah
Ta’ala,
يُثَبِّتُ اللَّهُ الَّذِينَ آَمَنُوا
بِالْقَوْلِ الثَّابِتِ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الْآَخِرَةِ
“Allah meneguhkan
(iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di
dunia dan di akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang zalim dan
memperbuat apa yang Dia kehendaki.” (QS. Ibrahim:
27)
Al Baroo’ bin ‘Aazib mengatakan,
نَزَلَتْ فِى عَذَابِ الْقَبْرِ.
“Ayat ini turun
untuk menjelaskan adanya siksa kubur.” (HR.
Muslim)
Bahkan Ibnul Qoyyim –rahimahullah-, ulama yang
sudah diketahui keilmuannya mengatakan bahwa hadits yang menjelaskan mengenai
siksa kubur adalah hadits yang sampai derajat
mutawatir. (Lihat At Tafsir
Al Qoyyim, 359)
Inilah Kekeliruan
Mereka
Inilah di antara kekeliruan dan penyimpangan
kelompok yang selalu menggembar gemborkan khilafah dalam setiap orasi mereka
(dengan isyarat seperti ini mudah-mudahan kita tahu kelompok tersebut). Mereka
menolak adanya siksa kubur karena beralasan bahwa riwayat yang menerangkan
aqidah semacam ini adalah hadits ahad. Sedangkan hadits ahad tidak boleh
dijadikan rujukan dalam masalah aqidah karena aqidah harus 100 % qoth’i, tidak
boleh ada zhon (sangkaan) sedikit pun.
Sekarang kami tanyakan kepada mereka,
“Bukankah Al Qur’an adalah mutawatir?! Lalu di mana
kalian meletakkkan ayat-ayat Al Qur’an yang menjelaskan mengenai siksa kubur [?]
Padahal pakar tafsir telah menjelaskan bahwa yang dimaksudkan dengan ayat-ayat
yang kami sebutkan di atas adalah mengenai siksa kubur.”
Lalu bagaimana dengan do’a berlindung dari
adzab kubur yang dibaca ketika tasyahud akhir.
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا فَرَغَ أَحَدُكُمْ مِنَ التَّشَهُّدِ الآخِرِ فَلْيَتَعَوَّذْ
بِاللَّهِ مِنْ أَرْبَعٍ مِنْ
عَذَابِ جَهَنَّمَ وَمِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَمِنْ
فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ وَمِنْ شَرِّ
الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ
“Jika salah seorang
di antara kalian selesai tasyahud akhir (sebelum salam), mintalah perlindungan
pada Allah dari empat hal: [1] siksa neraka jahannam, [2] siksa kubur, [3]
penyimpangan ketika hidup dan mati, [4] kejelekan Al Masih Ad
Dajjal.” (HR. Muslim). Do’a yang diajarkan oleh Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah,
اللَّهُمَّ
إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَعَذَابِ
النَّارِ وَفِتْنَةِ
الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ وَشَرِّ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ
“Allahumma inni
a’udzu bika min ‘adzabil qobri, wa ‘adzabin naar, wa fitnatil mahyaa wal mamaat,
wa syarri fitnatil masihid dajjal [Ya Allah, aku meminta perlindungan kepada-Mu
dari siksa kubur, siksa
neraka, penyimpangan ketika hidup dan mati, dan kejelekan Al Masih Ad
Dajjal].” (HR. Muslim)
Kalau memang mereka mengamalkan do’a ini,
bagaimana mungkin berbeda antara perkataan dan keyakinan[?] Sungguh sangat tidak
masuk akal. Sesuatu boleh diamalkan namun tidak boleh diyakini[!] Ini
mustahil.
Semoga Allah memberikan taufik dan hidayah
kepada saudara-saudara kami ini. Maksud tulisan ini bukanlah menjelak-jelekkan
mereka. Namun maksud kami adalah agar mereka yang telah berpaham keliru ini
sadar dan merujuk pada kebenaran. Itu saja yang kami inginkan dari lubuk hati
kami yang paling dalam.
Semoga tulisan ini bermanfaat bagi kaum muslimin. Semoga Allah selalu memberikan ilmu yang bermanfaat, rizki yang thoyib, dan menjadikan amalan kita diterima di sisi-Nya. Innahu sami’un qoriibum mujibud da’awaat. Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat, wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.
Semoga tulisan ini bermanfaat bagi kaum muslimin. Semoga Allah selalu memberikan ilmu yang bermanfaat, rizki yang thoyib, dan menjadikan amalan kita diterima di sisi-Nya. Innahu sami’un qoriibum mujibud da’awaat. Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat, wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.
Rujukan:
1. Al Jaami’ Li
Ahkamil Qur’an, Al Qurtubhi, Darul ‘Alim Al Kutub,
Riyadh Al Mamlakah Al ‘Arobiyah As Su’udiyah
2. At Tafsir Al Qoyyim, Ibnu Qoyyim Al Jauziyah, Darul Kutub Al ‘Ilmiyyah
3. Fathul Qodir, Asy Syaukani, Asy Syaukani
4. Mafatihul Ghoib, Fakhruddin Ar Rozi Asy Syafi’i, Darul Kutub Al ‘Ilmiyyah, Beirut
5. Syarh Al ‘Aqidah Ath Thohawiyah, Ibnu Abil ‘Izz Ad Dimasyqi, Tahqiq: Syu’aib Al Arnauth, Muassasah Ar Risalah
6.Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Abul Fida’ Isma’il bin ‘Umar bin Katsir Al Qurosyi Ad Dimasyqi, Dar Thoyyibah lin Nasyr wat Tawzi’
2. At Tafsir Al Qoyyim, Ibnu Qoyyim Al Jauziyah, Darul Kutub Al ‘Ilmiyyah
3. Fathul Qodir, Asy Syaukani, Asy Syaukani
4. Mafatihul Ghoib, Fakhruddin Ar Rozi Asy Syafi’i, Darul Kutub Al ‘Ilmiyyah, Beirut
5. Syarh Al ‘Aqidah Ath Thohawiyah, Ibnu Abil ‘Izz Ad Dimasyqi, Tahqiq: Syu’aib Al Arnauth, Muassasah Ar Risalah
6.Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Abul Fida’ Isma’il bin ‘Umar bin Katsir Al Qurosyi Ad Dimasyqi, Dar Thoyyibah lin Nasyr wat Tawzi’
Catatan:
Dalam ilmu hadits, para ulama telah membagi
hadits berdasarkan banyaknya jalan yang sampai kepada kita menjadi dua macam
yaitu hadits mutawatir dan hadits ahad.
Mutawatir secara bahasa berarti berturut-turut
(tatabu’). Secara istilah,
hadits mutawatir adalah hadits yang diriwayatkan dari jalan yang sangat banyak
sehingga mustahil untuk bersepakat dalam kedustaan karena mengingat banyak
jumlahnya dan kesholihannya serta perbedaan tempat tinggal.
Ada empat syarat disebut hadits mutawatir :
1. Diriwayatkan dari banyak jalan. Ada yang mengatakan sepuluh dan ada juga yang mengatakan lebih dari empat.
2. Jumlah yang banyak ini terdapat dalam setiap thobaqot (tingkatan) sanad.
3. Mustahil bersepakat untuk berdusta dilihat dari ‘adat (kebiasaan).
4. Menyandarkan khobar (berita) dengan perkara indrawi seperti dengan kata ‘sami’na’ (kami mendengar), dll.
1. Diriwayatkan dari banyak jalan. Ada yang mengatakan sepuluh dan ada juga yang mengatakan lebih dari empat.
2. Jumlah yang banyak ini terdapat dalam setiap thobaqot (tingkatan) sanad.
3. Mustahil bersepakat untuk berdusta dilihat dari ‘adat (kebiasaan).
4. Menyandarkan khobar (berita) dengan perkara indrawi seperti dengan kata ‘sami’na’ (kami mendengar), dll.
Ahad secara bahasa berarti satu (al wahid). Secara istilah, hadits ahad
adalah hadits yang tidak memenuhi syarat
mutawatir.
Hadits ahad ada tiga macam yaitu hadits
masyhur, aziz, dan ghorib.
Pertama, hadits masyhur yaitu hadits yang
diriwayatkan oleh tiga orang atau lebih namun belum mencapai derajat
mutawatir.
Kedua, hadits aziz adalah hadits yang
diriwayatkan oleh dua orang, walaupun berada dalam satu thobaqoh (tingkatan)
Ketiga, hadits ghorib adalah hadits yang
diriwayatkan oleh satu orang rowi. (Lihat Taisir
Mustholahul Hadits, hal. 19-20; Muntahal Amaniy, hal. 82; Min Athyabil Minnah, hal. 8-9)
****
Disusun di rumah mertua tercinta, Panggang, Gunung Kidul, 30 Rabi’ul Akhir 1430 H
****
Disusun di rumah mertua tercinta, Panggang, Gunung Kidul, 30 Rabi’ul Akhir 1430 H
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel www.rumaysho.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar