Sikembar34 -Kaum muslimin yang semoga selalu mendapat
taufik Allah Ta’ala. Pada
hari yang dikatakan sakral oleh sebagian kaum muslimin, terdapat suatu kenyataan
yang sangat memilukan yang menunjukkan kekurangan akal. Hari tersebut adalah
tanggal siji suro (1
Muharram). Sebagian kaum muslimin yang selalu menginginkan kemudahan dalam
hidupnya dan ingin mencari kebaikan malah mencarinya dengan cara yang tidak
masuk akal. Mereka mencari berkah dari seekor kerbau (kebo bule)
yang disebut dengan ‘Kyai
Slamet’, yakni mereka saling berebut untuk mendapatkan
kotoran kerbau tersebut, lalu menyimpannya, seraya berkeyakinan rizki akan
lancar dan usaha akan berhasil dengan sebab kotoran tersebut. Seorang yang punya
akal sehat tentu tidak mungkin melakukan hal yang demikian. Tetapi kok mereka
bisa melakukan hal yang demikian?! Ke mana akal sehat mereka?!!
Itulah tabaruk (baca: mencari berkah atau
’ngalap berkah’), mereka
melakukan yang demikian untuk mendapatkan berkah dari kotoran tersebut. Maka
perhatikanlah pembahasan kali ini, agar kaum muslimin sekalian dapat mengetahui
manakah cara mencari berkah yang dibenarkan dan manakah yang dilarang oleh agama
ini.
Keberkahan Hanya dari Allah
Mencari berkah atau tabaruk adalah meminta kebaikan yang
banyak dan meminta tetapnya kebaikan tersebut. Dalam Al Qur’an dan hadits
menunjukkan bahwasanya keberkahan hanya berasal dari Allah semata dan tidak ada
seorang makhluk pun yang dapat memberikan keberkahan. Allah Ta’ala berfirman yang
artinya,”Allah yang memberikan berkah, telah
menurunkan Al Furqaan (yaitu Al Qur’an) kepada hamba-Nya” (Al Furqon: 1), yaitu menunjukkan banyaknya dan tetapnya kebaikan
yang Allah berikan kepada hamba-Nya berupa Al Qur’an. Allah juga berfirman yang
artinya,”Kami limpahkan keberkahan atasnya dan atas
Ishaq” (Ash Shofaat: 113). “Dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkahi di mana saja aku
berada” (Maryam: 31). Ayat-ayat yang mulia ini
menunjukkan bahwasanya yang memberikan berkah hanyalah
Allah. Maka tidak boleh seseorang mengatakan,’Saya
memberikan berkah pada perbuatan kalian, sehingga perbuatan tersebut lancar’.
Karena berkah, banyaknya kebaikan, dan kelanggengan kebaikan hanya Allah yang
mampu memberikannya kepada siapa yang dikehendaki-Nya.
Berkah yang Tidak Bisa Berpindah secara
Dzat
Kaum muslimin yang semoga dirahmati Allah. Al
Qur’an dan hadits menunjukkan bahwa sesuatu yang Allah halalkan sebagai berkah
ada 2 macam yaitu (1) berkah dari tempat dan waktu, dan (2) berkah dari zat
manusia.
Berkah yang pertama ini seperti yang Allah
berikan pada Baitul Haram (ka’bah) dan sekeliling Baitul Maqdis. Allah
Ta’ala berfirman yang
artinya,”Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan
hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha
yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda
(kebesaran) Kami” (Al Isro’: 1). Maksud dari
memberkahi tempat tersebut adalah memberikan kebaikan yang banyak dan terus
menerus di tempat tersebut, sehingga para hamba-Nya senantiasa ingin dan senang
berdo’a di tempat tersebut, untuk memperoleh berkah di dalamnya. Ini bukan
berarti -seperti anggapan sebagian kaum muslimin- bahwa seseorang boleh
mengusap-ngusap bagian masjid tersebut (seperti dinding) untuk mendapatkan
berkah yang banyak. Karena berkah dari masjid tersebut bukanlah berkah secara dzatnya, tetapi
keberkahannya adalah secara maknawi saja, yaitu keberkahan yang Allah himpun pada bangunan ini yaitu dengan
mendatanginya, thowaf di sekeliling ka’bah, dan beribadah di dalamnya yang
pahalanya lebih banyak daripada beribadah di masjid lainnya. Begitu juga
hajar aswad, keberkahannya
adalah dengan maksud ibadah, yaitu seseorang menciumnya atau melambaikan tangan
kepadanya karena mentaati dan mencontoh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Berkah
yang dia peroleh adalah berkah karena mengikuti Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Umar
radhiyallahu ‘anhu telah
mengatakan,”Sesungguhnya aku mengetahui bahwa kamu
adalah batu biasa, tidak dapat memberikan manfaat, begitu juga tidak dapat
mendatangkan bahaya.” (HR. Bukhari). Maksudnya,
hajar aswad tidak dapat
memberikan manfaat dan tidak pula memberikan bahaya kepada seseorang sedikit
pun. Sesungguhnya hal ini dilakukan dalam rangka melakukan ketaatan kepada Allah
dan mencontoh Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Oleh karena itu, beliau radhiyallahu ‘anhu
mengatakan,”Dan aku melihat Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam menciummu, maka aku juga menciummu.”
Adapun mendapatkan berkah dari waktu adalah
seperti pada bulan Ramadhan. Bulan tersebut disebut dengan bulan yang penuh
berkah (banyak kebaikan). Seperti di dalamnya terdapat malam lailatul qodar
yaitu barangsiapa yang beribadah pada malam tersebut maka dia seperti beribadah
seribu bulan lamanya.
Berkah dari Para Nabi dapat Berpindah secara
Dzat
Kaum muslimin, berkah jenis kedua ini adalah
berkah yang Allah berikan pada orang-orang mu’min dari para Nabi ‘alaihimus salam. Berkah yang terdapat
pada mereka adalah berkah secara dzat (dapat berpindah secara dzat). Seluruh
bagian tubuh para Nabi mulai dari Nabi Adam, Nuh, Ibrahim, sampai Nabi kita
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, semuanya adalah berkah. Di antara kaum Nabi tersebut ada yang
mencari berkah dari badan mereka, baik dengan mengusap-ngusap tubuh mereka atau
mengambil keringat mereka atau mengambil berkah dari rambut mereka. Semua ini
diperbolehkan karena Allah
menjadikan tubuh mereka adalah berkah. Sebagaimana Nabi kita Muhammad
shallallahu ‘alaihi wa sallam, badannya adalah berkah. Hal ini dapat dilihat dalam hadits
bahwasanya para sahabat Nabi mengambil berkah dari ludah dan rambut beliau.
Apabila Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
berwudhu, mereka saling berebut untuk mendapat bekas
wudhu beliau.
Berkah secara dzat seperti ini hanya dikhususkan kepada para Nabi
‘alaihimus salam saja dan
tidak diperbolehkan bagi selain mereka. Begitu juga para sahabat Nabi sekalipun
atau sahabat yang paling mulia dan sudah dijamin masuk surga seperti Abu Bakar
dan Umar radhiyallahu ‘anhuma tidak boleh seorang pun mengambil berkah dari mereka karena hal
seperti ini tidak pernah dilakukan oleh para sahabat yang lain kepada mereka
berdua, sebagaimana mereka mengambil berkah dari rambut dan keringat Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Bagaimana Mencari Berkah dari ‘Kebo’
[?]
Sebagian kaum muslimin saat ini ketika
menghadapi kesulitan dalam hidupnya, mereka malah mencari berkah dari para kyai.
Mereka menyamakan/meng-qiyas-kan hal ini dengan Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam boleh
diambil rambut dan keringatnya sebagai suatu keberkahan, maka menurut mereka
para kyai juga pantas untuk dimintai berkahnya baik dari ludahnya atau
rambutnya. Bahkan ada pula yang mengambil kotoran kyai/gurunya untuk mendapatkan
berkah, sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang sufi. Tidakkah mereka tahu
bahwa mencari berkah secara dzat seperti ini tidak diperbolehkan untuk selain
para Nabi?!!
Qiyas (penyamaan hukum) yang mereka lakukan adalah qiyas yang keliru dan
jelas-jelas berbeda. Jangankan mencari berkah dari kyai, mencari berkah dari Abu
Bakar radhiyallahu ‘anhu
-sahabat yang mulia, yang keimanannya jika ditimbang akan lebih berat dari
keimanan umat ini dan sudah dijamin masuk surga- saja tidak diperbolehkan karena beliau bukan
Nabi dan tidak pernah di antara para sahabat yang lain mencari berkah dari
beliau radhiyallahu ‘anhu.
Apalagi dengan para kyai yang tingkat keimanannya di bawah Abu Bakar dan belum
dijamin masuk surga, maka tidaklah pantas seorang pun mengambil berkah
darinya.
Maka bagaimana pula dengan mengambil berkah
dari kyai -yang tidak punya akal- seperti kerbau ‘Kyai Slamet’?!! Sungguh
perbuatan ini tidaklah masuk akal dan tidak mungkin memberikan kebaikan sama
sekali, tetapi malah akan menambah dosa. Dosa ini bukan sembarang dosa, namun
dosa ini adalah dosa paling besar dari dosa-dosa lainnya yaitu dosa syirik dan
Allah Ta’ala berfirman,”Sesungguhnya Allah tidak
mengampuni dosa syirik. Dan Dia mengampuni dosa yang
berada di bawah syirik, bagi siapa yang dikehendaki-Nya.” (An Nisa’: 116)
Tingkat KesyirikanTabaruk (Mencari Berkah)
Syaikh Sholih Alu Syaikh hafidzohullah menjelaskan bahwa jika kita
memperhatikan apa yang dilakukan oleh para penyembah kubur (yang datang ke
kuburan para wali dan beribadah kepadanya, -pen) di zaman kita ini, di
negeri-negeri yang di sana tersebar berbagai macam kesyirikan, kita akan
mendapati di antara mereka ada yang melakukan ibadah sebagaimana yang dilakukan
oleh orang-orang musyrik terdahulu terhadap laata, ‘uzza, dan dzatu anwat. Para penyembah kubur
tersebut duduk-duduk di kuburan atau di sekeliling pagarnya, mereka berada di
atas kuburan atau di celah-celah dinding yang mengelilingi kuburan. Mereka
berkeyakinan apabila mereka menyentuhnya (dengan tujuan mencari berkah,-pen)
seolah-olah mereka menyentuh orang yang berada dalam kuburan tersebut,
terhubungkan roh mereka dengannya dan mereka meyakini bahwa orang yang berada di
dalam kubur akan menjadi perantara antara mereka dengan Allah. Itulah
pengagungan kepada kubur tersebut. Inilah syirik
akbar (syirik yang mengeluarkan seseorang dari
Islam,-pen) karena perkara ini mengandung ketergantungan hati kepada selain
Allah dalam mengambil manfaat dan menolak bahaya serta menjadikan perantara
antara diri mereka dengan Allah. Perbuatan seperti ini adalah sebagaimana yang
dilakukan orang-orang musyrik dahulu (yang telah dianggap kafir oleh Allah dan
Rasul-Nya,-pen). Hal ini dapat dilihat pada firman Allah yang
artinya,”Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama
yang bersih (dari syirik). Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah
(berkata): "Kami tidak menyembah mereka melainkan
supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat- dekatnya." Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa
yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang
yang pendusta dan sangat ingkar.” (Az Zumar:
3).
Adapun apabila mereka mengusap-ngusap kubur
tersebut dan meyakini bahwa kubur tersebut adalah tempat yang penuh berkah dan
hanya sebagai sebab
mendapatkan berkah. Maka ini adalah syirik
ashgor.
(Sebagian pembahasan di atas diambil dari
kitab ‘At Tamhid lii Syarhi Kitabit Tauhid’ yang ditulis oleh Menteri Wakaf
Kerajaan Saudi Arabia, Syaikh Sholih Alu Syaikh -semoga Allah menjaga
beliau-)
Wahai kaum muslimin, inilah tingkat kesyirikan
tabaruk. Seseorang bisa keluar dari Islam disebabkan melakukan perbuatan syirik
akbar ini. Maka renungkanlah, apakah perbuatan lain yang merupakan bentuk
mencari berkah seperti ‘grebeg mulud’ (tumpukan tumpeng yang saling diperebutkan pada hari ‘maulud Nabi’) termasuk mencari berkah
yang disyari’atkan atau tidak. Benarkah tumpeng yang diambil berkahnya tersebut
bisa melariskan dagangan, melancarkan rizki seseorang, bisa membuat seseorang
mendapatkan jodoh?!!
Semoga Allah menunjukkan kita kepada
kebenaran dan meneguhkan kita di atasnya. Sesungguhnya Allah menunjuki pada
jalan yang lurus bagi siapa yang dikehendaki.
***
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel http://rumaysho.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar